Seminar Nasional Universitas Borobudur dan Justitia Training Center: Deferred Prosecution Agreement, Solusi Inovatif untuk Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Mediajustitia.com – Pada 8 Oktober 2024, Universitas Borobudur bekerja sama dengan Justitia Training Center sukses mengadakan Seminar Nasional dengan topik utama Deferred Prosecution Agreement (DPA). Andriansyah Tiawarman K, S.H., M.H., CCD., CTLC., CMLC., C.Med selaku presiden direktur Justitia Training Center, dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa kegiatan ini dihadiri oleh 263 peserta secara luring dan lebih dari 80 peserta daring, yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, praktisi hukum, perwakilan kementerian, lembaga pemerintahan, mahasiswa, dan para ahli di bidang hukum.

 

Andriansyah Tiawarman K, S.H., M.H., CCD., CTLC., CMLC., C.Med selaku presiden direktur Justitia Training Center

Acara ini dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M., yang menekankan bahwa tindak pidana, khususnya korupsi, terus berkembang dengan modus yang semakin kompleks. Beliau mengajak para akademisi untuk berinovasi dalam upaya pemberantasan korupsi, guna mendukung tercapainya Indonesia Emas 2025. Selain itu, Prof. Faisal menyampaikan bahwa seminar ini diharapkan memberikan manfaat nyata bagi semua peserta, serta menyampaikan sedikit informasi terkait jumlah mahasiswa baru di fakultas hukum Universitas Borobudur.

Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M.

Seminar ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) sebagai pendekatan alternatif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. DPA dinilai mampu memberikan solusi yang lebih restoratif, di mana pemulihan kerugian negara dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan pendekatan tradisional yang hanya berfokus pada penghukuman. Dalam laporannya, panitia mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya seminar ini, yang berhasil dipersiapkan dalam waktu dua minggu.

Narasumber yang hadir dalam seminar ini termasuk 

  1. Prof. Surya Jaya, S,H., M.Hum, Hakim Agung Mahkamah Agung RI, membahas kajian pembaharuan hukum pidana formal terkait penyelesaian tindak pidana korporasi di Indonesia, serta perlunya pembentukan undang-undang khusus yang mengatur DPA. 
  2. Prof. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI Dirjen PP Kementerian Hukum dan HAM RI, menyoroti pentingnya konsep DPA dalam proses penegakan hukum pidana dan pengalaman negara-negara lain, seperti Singapura dan Amerika Serikat, dalam penerapan DPA.
  3. Dr. Ahmad Sahroni, S.E., M.Ikom, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, dalam pesan video menyampaikan pentingnya penerapan prinsip ultimum remedium, di mana penegakan hukum harus mengutamakan pemulihan kerugian negara daripada sekadar menghukum pelaku. Beliau berharap seminar ini dapat menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi pengembangan kebijakan hukum di Indonesia, khususnya dalam penerapan DPA.

Pada sesi diskusi, beberapa peserta mengajukan pertanyaan kritis terkait penerapan DPA di Indonesia. Pertanyaan yang diajukan antara lain menyangkut alasan belum diterapkannya DPA secara luas sejak 2008 hingga sekarang, serta penerapan DPA pada kasus besar seperti kasus Timah dan Duta Palma. Para narasumber menjawab dengan menekankan bahwa penerapan DPA membutuhkan mekanisme yang hati-hati, termasuk evaluasi dari jaksa apakah suatu kasus layak diterapkan DPA sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Setelah sesi diskusi selesai, kesempatan untuk mewawancarai narasumber dan peserta dalam acara seminar ini pun tiba. Narasumber yang diwawancarai adalah Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., dan peserta seminar, Afidona Voranica.

Dalam wawancara tersebut, Prof. Asep menjelaskan mengenai bagaimana sistem hukum ideal dapat mengurangi kesenjangan antara Das Sollen dan Das Sein, terutama dengan mempertimbangkan perubahan sistem hukum di era sekarang yang tidak lagi sepenuhnya mengikuti satu sistem hukum tertentu.

“Ya, kita tahu bahwa sebuah sistem tentunya memiliki subsistem di dalamnya. Dalam hukum terdapat tiga, yaitu struktur (legal structure), substansi (legal substance), dan budaya (legal culture). Ketiganya harus kita bangun bersama agar tercapai Indonesia Emas,” ujarnya.

“Seminar ini sangat luar biasa, saya sangat menantikannya, makanya saya langsung mendaftar. Acaranya keren banget!” kata salah satu peserta seminar.

Seminar Nasional ini diharapkan dapat menjadi wadah diskusi produktif bagi para akademisi, praktisi, dan penegak hukum. Melalui seminar ini, diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi yang konkret untuk penerapan DPA sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan fokus pada pemulihan kerugian negara secara lebih cepat dan efisien.

Posted in