Profesi kurator atau pengurus dalam proses kepailitan (restrukturisasi utang) memang tidak terlalu populer di Indonesia. Akan tetapi, pekerjaan kurator sangat dibutuhkan dalam perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Meski jarang diminati, profesi kurator kerap mendapatkan tantangan tersendiri dan tak selamanya mulus dalam menjalankan tugasnya. Sebab, kerap muncul sengkarut, baik dengan debitur maupun kreditur, yang berujung pada laporan tindak pidana.
“Menjadi seorang kurator sangat tidak mudah karena tanggung jawabnya sangat luas dan luar biasa. Jadi jangan dilihat dari fee yang besar, tapi ini mengenai tanggung jawabnya dalam mengurusi harta orang,” kata Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Muhammad Ismak dalam acara Seminar Hukum Kepailitan di Jakarta, Kamis (26/1).
Ismak menjelaskan, UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan amanat kepada seorang pengurus atau kurator dengan kemampuan dan keahlian profesionalnya, bersama sama dengan debitor melakukan pengelolaan dan pengurusan harta debitor, serta pengawasan atas aktivitas debitor dan berperan serta untuk tercapainya perdamaian antara debitor dengan kreditur – krediturnya perihal pembayaran utang.
“Karenanya, seorang kurator tidak cukup hanya memiliki keahlian hukum atau akuntansi saja melainkan juga harus memiliki wawasan dalam bidang bisnis dan keuangan serta juga memiliki kemampuan personal secara integritas dan independensi dalam menjalankan tugasnya,” jelasnya.
Karena itu lanjut Ismak, untuk menghindari terjadinya kriminalisasi terhadap seorang kurator maka pendidikan profesi hukum harus terus diperkuat. Selain itu, aturan mengenai kode etik dan standart prosedur pendidikan profesi Advokat ataupun kurator harus disamakan pemahamannya. “Sehingga, dalam menjalankan tugasnya Advokat maupun kurator memiliki pemahaman yang sama dalam lingkup kaidah hukum,” imbuhnya.
Disisi lain, Alfin Sulaiman selaku Advokat yang juga berprofesi sebagai Kurator yang hadir sebagai peserta seminar juga mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai lembaga yang berwenang dalam menerbitkan izin Kurator juga perlu lebih berperan aktif dalam menentukan standarisasi pendidikan profesi kurator dan dalam proses seleksi serta ujian yang dilaksanakan oleh Organisasi-Organisasi Kurator.
“Hal ini penting guna menghasilkan para kurator-kurator yang berkualitas. Profesi kurator menjadi dihargai di masyarakat dan berperan penting dalam menunjang pembangunan ekonomi negara Indonesia,” tutup Alfin.
sumber: http://www.gatra.com/hukum/240923-aai-tak-mudah-jadi-kurator-pendidikan-hukum-perlu-di-perkuat